mbsmu.com Oleh : Ust. Anang Wahid Cahyono, Lc. M.H.I. Assalamu'alaikum Wr.Wb. Saudaraku yang dimuliakan Allah! Bersyukur kepada A...
Oleh : Ust. Anang Wahid Cahyono, Lc. M.H.I.
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Saudaraku yang dimuliakan Allah!
Bersyukur kepada Allah, yang telah memberi kita kesempatan untuk melaksanakan ibadah puasa sampai hari ini. Perjalan masa telah membawa kita sampai kepada 10 hari terakhir di bulan ramadhan. Ibaran seorang atlet balap lari, garis finish sudah mulai terlihat. Seorang pelari mau tidak mau harus menambah kecepatan larinya, agar dapat mencapai finish pertama kali. Seperti juga ramadhan, kemenangan itu sudah terlihat. Maka mau tidak mau, bila kita ingin memperoleh kemenangan harus menambah ketaatan, dan kekhusyu’an kita dalam beribadah dan taqarrub kepada Allah swt.
Sering terdengar di telinga kita, kalimat “i’tikaf” menjelang sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Tentunya kita bertanya: Apa itu i’tikaf? Syaikh Mutawalli Sya’rawi menjelaskan definisi i’tikaf sebagai berikut:
أَنْ تَحْصُرَ حَرَكَتَكَ فِى زَمَانٍ مَا عَلَى وُجُوْدِكَ فِى مَكَانٍ مَا
Artinya: membatasi gerak di waktu tertentu, dengan berada di tempat tertentu.Maksudnya adalah, menahan diri di tempat i’tikaf (masjid), dengan hanya melakukan ibadah-ibadah yang telah dicontohkan Nabi saw. ketika beliau ber-i’tikaf. (tafsir al-Sya’rawi 2/131)
Sedangkan Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan:
حَقِيْقَةُ الاِعْتِكَاف قَطْعُ العَلَائِق عَنِ الخَلَائِق لِلاِتِّصَالِ بِخِدْمَةِ الخَالِقِ ، وَكلَّمَا قَوِيَتِ المَعْرِفَةُ بِاللهِ وَالمَحَبَّةِ لَهُ وَالأِنْسِ بِهِ ، أُورِثَتْ صَاحِبَهَا الاِنْقِطَاع إِلَى الله بِالكُلِّيَةِ
“Hakikat i’tikaf adalah memutuskan hubungan dan interaski dengan manusia untuk berkhidmat (beribadah) kepada khaliq (Allah). Semakin kuat ma’rifah, cinta dan sayang kepada Alah maka ia akan semakin memutus hubungan dengan menusia dan fokus kepada Allah secara total.”[Lathaif Al-Ma’arif hal 289]
Rasulullah selalu melaksanakan i’tikaf di bulan ramadhan hingga beliau saw. meninggal dunia. Diriwayatkan dari Aisyah RA:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:- أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat. (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172).Apa yang dilakukan oleh Nabi saw. di sepuluh hari terakhir bulan ramadhan ? Mari kita simak riwayat berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : " كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ" رواه البخاري (2024) ومسلم (1174)
Diriwayatkan dari Aisyah r.a. , ia berkata,” Apabila telah masuk hari kesepuluh, yakni sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, Rasulullah saw. mengencangkan kain sarungnya dan menghidupkan malam-malam tersebut serta membangunkan istri-istrinya (Muttafaq Alaihi, Bukhari 2024, Muslim 1174)
Hadis diatas menjelaskan kepada kita, bahwa ada 3 hal penting yang dilakukan nabi ketika memasuki sepuluh hari terakhir di bulan ramadhan:
1. Mengencangkan kain sarungnya.
Ini adalah bahasa kinayah, yang dimaksud dengan mengencangkan kain sarung adalah lebih bersemangat dan tekun di dalam beribadah, benar-benar fokus dalam bertaqarrub kepada sang Khalik. Ada ulama yang berpendapat bahwa kalimat tersebut merupakan ungkapan keseriusan nabi saw, sehingga beliau menjauhi istri-istrinya, dalam rangka menyibungkan diri dalam ibadah.
2. Menghidupkan malamya.
Rasulullah SAW selalu begadang di sepuluh terakhir malam bulan ramadhan. Begadang bukan sembarang begadang seperti umat akhir zaman yang hanya menghabiskan malam-malamnya untuk hal-hal yang sia-sia, akan tetapi beliau isi malamnya dengan shalat, bermunajat kepada Allah, serta mengkhatamkan al-Qur’an.
3. Membangunkan keluarganya.
Yakni istri dan anak-anaknya. Terkadang dakwah yang tersulit adalah mendakwahi keluarga. Seorang da’i terkadang mampu menghipniotis jamaahnya, mengajaknya kepada yang haq, akan tetapi di depan keluarganya dia tidak mampu berbuat apa-apa. Tidak jarang, seorang bapak yang shalih, mempunyai anak yang durhaka, suami yang taat, sedang di sampingnya istri yang jauh dari tuntunan agama, karena pemimpin keluarga tidak mampu untuk mengarahkan mereka.
Oleh karena itu Allah perintahkan kepada setiap kepala keluarga untuk tidak bosan bosan memerintahkan ahlinya dalam ketaatan, terutama shalat. Itupun diperlukan pembiasaan sejak dini. Allah berfirman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقاً نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى -١٣٢-
Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami-lah yang Memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.(QS Thaha 132)Sepertiga akhir ramadhan ini merupakan mementum yang tepat bagi para pemimpin keluarga, untuk mengajak ahlinya menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan berbagai amalan-amalan yang dicintai Allah. kita ajak Istri dan anak-anak shalat berjamaah di masjid, bertadarrus al-Qur’an, bersedekah, pergi menghadiri majelis majelis ilmu, dan puncaknya adalah, betapa indah dan bahagianya bila melaksanakan i’tikaf bersama keluarga.
Semoga Allah memberikan kesempatan kepada kita dan keluarga untuk melaksanakan i’tikaf di tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang.. istajib yaa Rabb...!!
Wallahul musta’aan
Ust. Anang Wahid Cahyono, Lc. M.H.I.
- Alumni Al Azhar Cairo - Mesir
- Alumni Ponpes Arrisalah - Ponorogo
- Direktur MBS Trenggalek
- Wakil Ketua PDM Trenggalek
- Dosen Syari'ah IAIN Tulungagung
COMMENTS