KH. Heru Saiful Anwar, MA saat menyampaikan tausiyah/Foto: Candra Dwi Aprida |
mbsmu.com - Milad ke-6 MBS Trenggalek digelar dengan sangat spesial. Pengajian umum bersama KH. Heru Saiful Anwar, M.A, merupakan sebagian rangkaian dari kegiatan Milad ke-6 MBS Trenggalek, Sabtu (13/8/22). KH. Heru Saiful Anwar, M.A, ini merupakan Pimpinan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar, Ponorogo, Jawa Timur.
Sebelum pengajian umum dimulai, persembahan dari para santri MBS Trenggalek, menjadikan momen pengajian ini semakin istimewa. Penampilan grup nasyid dan kreasi tari Saman dari para santri MBS ini menyambut para jamaah yang hadir. ribuan jamaah hadir dan berbondong-bondong penuhi halaman Masjid Baitul Arqom Kampus Putra Pogalan Trenggalek malam itu.
KH. Heru berkesempatan untuk memberikan ilmu tentang penguatan pondok kepada para santri dan wali santri dengan berbagi pengalaman selama beliau memimpin Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo.
Pada awal pengajiannya, Ustadz Heru, menjelaskan belajar agama itu harus jadi nomor satu. Hal tersebut dijelaskan dalam Q.S Al-Alaq: 1. Iqra' merupakan perintah dalam memperlajari ilmu agama.
"Tengnopo kok nomor satu pak? (Kenapa jadi nomor satu pak?)," tanyanya retoris.
"Orang-orang itu kadang buangga, anakku kuliah neng Jerman. Saiki nyambut gawe neng Amerika. Eh, bapak ibuk e meninggal, ora teko. Bangga? Apa yang dibanggakan? Nggak ada," jawabnya dengan tegas.
Ustadz Heru, juga berbagi cerita tentang orang tua yang bertitle, mempunyai beberapa anak yang berhasil dalam pendidikan dan pekerjaan. Namun, ada cerita dari anak ragil-nya (anak terakhir) mempunyai kisah inspiratif.
"Di UGM Pak Buk, ada profesor, doktor, dokter. Niku anaknya, ada yang kuliah di jurusan spesialis. Lha anak keri Dewe pak, setelah sekolah SMA ingin kuliah di Madinah," jelasnya.
Kemudian anak itu ditanya sama orang tuanya, sambung Ustadz Heru, "Nak, kalau kamu nanti ke Madinah, nanti pulang ke Indonesia akan jadi apa? Apa bisa? Itu lihat kakak-kakak mu jadi spesialis ini itu. Ditunjukkan oleh ayahnya, itu rumahnya, itu mobilnya," lanjutnya.
Apa jawab anaknya?
"Bapak Ibuk, saya akan belajar agama ke Madinah, tidak apa-apa toh Allah kasih saya mobil kecil, rumah kecil, itulah kebahagiaan saya bersama keluarga. Saya tidak perduli, kakak itu. Saya bisa mendoakan kakak supaya punya rumah bagus dan lain-lain," cerita Ustadz Heru
Suatu saat, anaknya itu sudah selesai sekolah di Madinah. Dia hafal 28 juz.
"Apa yang terjadi pak?," tanya ustadz Heru lagi.
"Awalnya biasa saja pak orang tuanya itu. Suatu hari, bapak ibunya yang bertitle itu tadi mampir masjid. Kok sing ngimami puuenak," dengan asyik Ustadz Heru bercerita.
Setelah selesai sholat, Bapak Ibunya bertanya kepada takmir. Tadi yang ngimami siapa?
Dipertemukanlah dengan imam tersebut. Ternyata anaknya sendiri.
"Bapak ibunya nangis seketika. Ya Allah, ternyata anakku kangge (berguna). Anakku manfaat. Anakku mberkahi kepada orang lain," jelas Ustadz Heru.
Akhirnya, anak yang dibilang besok akan jadi apa? Dialah yang akhirnya menjadi imam keluarga.
Dan ini yang paling dibanggakan oleh Bapak Ibunya yang bertitle itu.
"Bukan anak-anaknya yang dokter spesialis, atau yang lain. Tetapi, anak itulah yang paling memberikan ketenangan kepada bapak ibunya," tandas Ustadz Heru. (Candra)
COMMENTS